Masjid Agung Syeh Yusuf ataupun Masjid Tua Al Hilal Katangka

 

Masjid Agung Syeh Yusuf, juga dikenal sebagai Masjid Tua Al-Hilal Katangka, memiliki keistimewaan sebagai masjid pertama yang dibangun di Pulau Sulawesi. Sebagai masjid pionir, Masjid Tua Al-Hilal Katangka tidak hanya menjadi masjid tertua di Sulawesi, namun juga masuk dalam 10 besar masjid tertua di Indonesia.

Nama “Masjid Tua Al-Hilal” atau “Masjid Agung Syeh Yusuf” diambil dari tokoh sufi karismatik yang dikenal dengan nama “Syeh Yusuf Al Makkasari”, yang juga merupakan kerabat Raja Gowa. Lahir pada tahun 1626 di Kabupaten Gowa, ia memiliki semangat yang kuat dan berjuang keras untuk kemerdekaan Indonesia, hingga ia diasingkan oleh Belanda ke Capetown, Afrika Selatan. Ia meninggal dunia di Capetown pada usia 73 tahun pada tahun 1699. Pada tahun 1795, jenazahnya dipindahkan ke Lakiung, dekat Masjid Katangka.

Pemerintah Indonesia secara anumerta menganugerahinya gelar pahlawan nasional. Selain itu, Syeh Yusuf juga dihormati sebagai pahlawan nasional di Afrika Selatan atas pembelaannya yang tiada henti untuk persamaan hak bagi semua individu di negara tersebut.

Sejarah Masjid Al-Hilal Katangka

Masjid Al- Hilal Katangka mula- mula kali dibentuk oleh Raja Gowa XIV, Sultan Alaudin I, pada tahun 1603. Beliau merupakan Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam. Masjid yang berusia lebih dari 400 tahun ini bahkan menginspirasi Syahrul Yasin Limpu, Gubernur Sulawesi Selatan saat itu, untuk membangun beberapa masjid dengan desain arsitektur serupa, dengan harapan masjid yang dibangunnya bisa bertahan seumur hidup Masjid. Tua Al-Hilal Katangka.

Masjid Syekh Yusuf terletak di jalan dengan nama yang sama, “Syekh Yusuf”, di Katangka, Sumba Ompu, Gowa, Sulawesi Selatan, tepatnya di perbatasan antara Kota Makassar dan Kabupaten Gowa.

Sejak 4 Oktober 1999, Masjid Tua Al-Hilal yang berusia lebih dari 400 tahun telah ditetapkan sebagai situs Warisan Budaya Nasional dan harus dilindungi oleh warga dan pemerintah setempat.

Arsitektur kuno Masjid Al-Hilal Katangka

sungguh menakjubkan. Bangunan induk masjid ini mempunyai luas kurang lebih 212 meter persegi, dengan pagar besi dan dinding bata sebagai pembatas halaman masjid. Terletak di Gowa, masjid ini juga dilengkapi dengan Soko Guru, sebuah elemen arsitektur unik yang biasa ditemukan di masjid-masjid di pulau Jawa.

Pintu masuk masjid hanya ada satu, terletak di bagian depan. Saat memasuki ruang salat, pengunjung akan dikejutkan oleh jendela berukir rumit yang memberikan ventilasi alami dan menambah keindahan interior.

Bahkan jika dilihat lebih dekat, masjid berusia berabad-abad ini memiliki kemiripan yang mencolok dengan Masjid Agung Demak, dengan atap tiga tingkat dan empat tiang utama penyangganya. Menariknya, pada masa kejayaannya, masjid ini juga memiliki menara tinggi yang sejarahnya masih menjadi misteri hingga saat ini.

Di sebelah barat masjid terdapat kompleks pemakaman yang sangat kuno, tempat para pendiri masjid dan keturunannya dimakamkan. Sejak tahun 1603, Masjid Lama Al-Hilal telah mengalami beberapa kali renovasi pada tahun 1818, 1826, 1893, 1948, 1962, 1979, dan terakhir pada tahun 2007.

Meski telah direnovasi lebih dari enam kali, keaslian arsitektur masjid dan berbagai ornamennya masih tetap terjaga. tetap utuh.

 

https://hamdalahkubahkreasindo.com/